Dr. Ir. Khairul Ummah, MT
“Digital Transformation Expert Linxbrain Indonesia”

Dr. Ir. Khairul Ummah, MT
“Digital Transformation Expert Linxbrain Indonesia”

Dr. Ir. Khairul Ummah, MT
“Digital Transformation Expert Linxbrain Indonesia”
Tentang saya
Affiliated
Masa kecil saya dihabiskan di Kota Yogyakarta. Hingga akhirnya saya mencari peluang untuk keluar dari kota pelajar tersebut dengan harapan mendapatkan tantangan yang baru. Salah satu cara yang terpikirkan saat itu adalah, mencari perguruan tinggi di kota lain. Saya mencari jurusan yang cukup unik, Teknik Penerbangan, yang saat itu hanya berada di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Saya bisa dibilang cukup tertarik dengan hal-hal yang sifatnya teknologi. Sewaktu SMA saya sempat menjadi ketua kelompok untuk karya ilmiah remaja. Saya juga mengikuti banyak kegiatan yang sifatnya meriset sesuatu. Hal tersebut cukup menstimulus saya untuk mencari perguruan tinggi di bidang teknologi. Lalu, kenapa Teknik Penerbangan? Sedari kecil saya senang menciptakan sesuatu seperti mainan. Menurut saya teknik penerbangan itu seperti sekolah yang mengajarkan kepada mahasiswanya untuk membuat pesawat terbang, sangat cocok untuk saya si tukang pembuat mainan ini.
Seiring berjalannya waktu saya menyadari bahwa membuat pesawat terbang itu tidak bisa sendirian. Modal dan resikonya cukup besar, sehingga saya pun mencari pengetahuan lain yang bisa mendukung hal tersebut, dengan menempuh pendidikan magister di Managemen Industri di ITB. Jika sebelumnya saya hanya fokus untuk membuat pesawat terbang, saat magister saya fokus terhadap bidang operasi penerbangan yang sifatnya lebih ke bidang manajemen dan bisnisnya.
Ada satu hal yang terpikirkan oleh saya, segala bentuk yang berhubungan dengan pembuatan produk di bidang dirgantara itu membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga saya mencari kembali bidang lain yang sekiranya memudahkan saya untuk bereksperimen. Sebuah bidang yang masih ada kaitannya dengan teknologi namun memiliki resiko yang rendah, membuat perangkat lunak.
Saya bergabung dengan Quantum Ecommerce Collage, dari grup Sony Sugema. Dari situlah saya mulai banyak berkecimpung di bidang teknologi informasi. Di sana saya fokus di bidang pelatihan untuk perusahan besar yang membutuhkan pengetahuan tambahan untuk perkembangan teknologi. Berdasarkan latar belakang pendidikan, maka materi yang saya sampaikan lebih kepada manajemen bisnis dalam dunia digital.
Banyak yang bertanya kepada saya, kenapa saya mengambil gelar doktor di bidang geologi. Saya bersama teman saya sempat membuat sebuah perangkat lunak yang diperuntukkan kepada perusahan minyak. Pengalaman tersebut mendorong saya dan beberapa rekan untuk menggagas Waviv Technologies, sebuah perusahaan yang khusus mengembangkan teknologi digital ekplorasi migas. Keberhasilan perusahaan tersebut membuat saya memiliki banyak relasi dengan orang-orang dari geofisika bahkan saya sempat mendapatkan penghargaan karya tulis terbaik dari Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI). Saat itu salah satu kolega saya memberi masukan untuk mengambil gelar doktor di bidang geologi, saya pun mengindahkan masukan tersebut dan mengambil gelar doktor di Teknik Geologi Unpad.
Saya itu punya motto belajar apa saja supaya pintar apa saja. Saya percaya bahwa ilmu itu akan memiliki manfaat, yang terkadang manfaat tersebut tidak langsung kita rasakan tapi di waktu yang tepat akan terasa manfaatnya. Belajar itu seperti berada di dalam sebuah permainan yang tidak ada ruginya dan segala sesuatunya itu menguntungkan. Sehingga saya selalu merasa bahwa proses belajar itu adalah sebuah perjalanan untuk menemukan sesuatu hal yang baru. Jika saya keliru pun saya menemukan suatu hal yang baru. Saya juga selalu memastikan ketika belajar kita harus menemukan keindahan dari ilmu yang sedang kita pelajari.
Dari pengalaman saya dan melihat perkembangan teknologi digital di dua puluh tahun ke belakang, saya memilih untuk mendalami keahlian di dalam bidang transformasi digital untuk sebuah perusahaan. Saya cukup terinspirasi oleh kata-katanya Steve Jobs, ada sebuah riset tentang makhluk yang paling efisien menggunakan energi itu adalah burung kondor. Sekali mengepakkan sayap, burung kondor bisa menempuh jarak yang maksimal. Kemampuan jalan manusia jauh di bawah burung kondor. Hingga suatu ketika manusia menemukan sepeda, manusia jauh lebih efisien daripada burung kondor.
Bagi Steve Jobs, komputer itu adalah “bicycle for mind”. Dengan adanya komputer daya kreativitas kita itu seperti sedang menciptakan sebuah sepeda, dengan kata lain lebih produktif. Teknologi itu sama seperti apa yang dikatakan oleh Steve Jobs, sepeda untuk kreativitas kita supaya bisa menciptakan solusi. Semakin hebat teknologi semakin banyak solusi untuk masalah-masalah yang rumit.
Salah satu pesan yang saya sampaikan kepada anak saya adalah, “kalau kamu bisa naik sepeda maka kamu bisa menjelajah dunia, kalau kamu naik sepeda motor penjelajahanmu akan lebih cepat lagi.” Bagi saya, ketika kita mengembangkan teknologi, kita sedang meningkatkan kapasitas. Teknologi itu hanya jalannya, sebagai orang yang menggunakan teknologi kita harus memiliki budaya menggunakan teknologi. Di era digital seperti sekarang ini ada baiknya semua orang dan perusahaan memiliki budaya teknologi digital dan saya siap untuk membantu. Misi kehidupan saya adalah menjadi seorang guru. Setiap orang memiliki misi kehidupan yang terbaik dan bermanfaat untuk lingkungan supaya hidup bisa lebih bermakna.
PASSION
Belajar Dan Mengajar
GOAL
Hidup Bermakna Bagi Diri Sendiri Dan Orang Lain
QUOTE
Belajar Apa Saja Supaya Pintar Apa Saja
Social Media
Tentang saya
Masa kecil saya dihabiskan di Kota Yogyakarta. Hingga akhirnya saya mencari peluang untuk keluar dari kota pelajar tersebut dengan harapan mendapatkan tantangan yang baru. Salah satu cara yang terpikirkan saat itu adalah, mencari perguruan tinggi di kota lain. Saya mencari jurusan yang cukup unik, Teknik Penerbangan, yang saat itu hanya berada di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Saya bisa dibilang cukup tertarik dengan hal-hal yang sifatnya teknologi. Sewaktu SMA saya sempat menjadi ketua kelompok untuk karya ilmiah remaja. Saya juga mengikuti banyak kegiatan yang sifatnya meriset sesuatu. Hal tersebut cukup menstimulus saya untuk mencari perguruan tinggi di bidang teknologi. Lalu, kenapa Teknik Penerbangan? Sedari kecil saya senang menciptakan sesuatu seperti mainan. Menurut saya teknik penerbangan itu seperti sekolah yang mengajarkan kepada mahasiswanya untuk membuat pesawat terbang, sangat cocok untuk saya si tukang pembuat mainan ini.
Seiring berjalannya waktu saya menyadari bahwa membuat pesawat terbang itu tidak bisa sendirian. Modal dan resikonya cukup besar, sehingga saya pun mencari pengetahuan lain yang bisa mendukung hal tersebut, dengan menempuh pendidikan magister di Managemen Industri di ITB. Jika sebelumnya saya hanya fokus untuk membuat pesawat terbang, saat magister saya fokus terhadap bidang operasi penerbangan yang sifatnya lebih ke bidang manajemen dan bisnisnya.
Ada satu hal yang terpikirkan oleh saya, segala bentuk yang berhubungan dengan pembuatan produk di bidang dirgantara itu membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga saya mencari kembali bidang lain yang sekiranya memudahkan saya untuk bereksperimen. Sebuah bidang yang masih ada kaitannya dengan teknologi namun memiliki resiko yang rendah, membuat perangkat lunak.
Saya bergabung dengan Quantum Ecommerce Collage, dari grup Sony Sugema. Dari situlah saya mulai banyak berkecimpung di bidang teknologi informasi. Di sana saya fokus di bidang pelatihan untuk perusahan besar yang membutuhkan pengetahuan tambahan untuk perkembangan teknologi. Berdasarkan latar belakang pendidikan, maka materi yang saya sampaikan lebih kepada manajemen bisnis dalam dunia digital.
Banyak yang bertanya kepada saya, kenapa saya mengambil gelar doktor di bidang geologi. Saya bersama teman saya sempat membuat sebuah perangkat lunak yang diperuntukkan kepada perusahan minyak. Pengalaman tersebut mendorong saya dan beberapa rekan untuk menggagas Waviv Technologies, sebuah perusahaan yang khusus mengembangkan teknologi digital ekplorasi migas. Keberhasilan perusahaan tersebut membuat saya memiliki banyak relasi dengan orang-orang dari geofisika bahkan saya sempat mendapatkan penghargaan karya tulis terbaik dari Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI). Saat itu salah satu kolega saya memberi masukan untuk mengambil gelar doktor di bidang geologi, saya pun mengindahkan masukan tersebut dan mengambil gelar doktor di Teknik Geologi Unpad.
Saya itu punya motto belajar apa saja supaya pintar apa saja. Saya percaya bahwa ilmu itu akan memiliki manfaat, yang terkadang manfaat tersebut tidak langsung kita rasakan tapi di waktu yang tepat akan terasa manfaatnya. Belajar itu seperti berada di dalam sebuah permainan yang tidak ada ruginya dan segala sesuatunya itu menguntungkan. Sehingga saya selalu merasa bahwa proses belajar itu adalah sebuah perjalanan untuk menemukan sesuatu hal yang baru. Jika saya keliru pun saya menemukan suatu hal yang baru. Saya juga selalu memastikan ketika belajar kita harus menemukan keindahan dari ilmu yang sedang kita pelajari.
Dari pengalaman saya dan melihat perkembangan teknologi digital di dua puluh tahun ke belakang, saya memilih untuk mendalami keahlian di dalam bidang transformasi digital untuk sebuah perusahaan. Saya cukup terinspirasi oleh kata-katanya Steve Jobs, ada sebuah riset tentang makhluk yang paling efisien menggunakan energi itu adalah burung kondor. Sekali mengepakkan sayap, burung kondor bisa menempuh jarak yang maksimal. Kemampuan jalan manusia jauh di bawah burung kondor. Hingga suatu ketika manusia menemukan sepeda, manusia jauh lebih efisien daripada burung kondor.
Bagi Steve Jobs, komputer itu adalah “bicycle for mind”. Dengan adanya komputer daya kreativitas kita itu seperti sedang menciptakan sebuah sepeda, dengan kata lain lebih produktif. Teknologi itu sama seperti apa yang dikatakan oleh Steve Jobs, sepeda untuk kreativitas kita supaya bisa menciptakan solusi. Semakin hebat teknologi semakin banyak solusi untuk masalah-masalah yang rumit.
Salah satu pesan yang saya sampaikan kepada anak saya adalah, “kalau kamu bisa naik sepeda maka kamu bisa menjelajah dunia, kalau kamu naik sepeda motor penjelajahanmu akan lebih cepat lagi.” Bagi saya, ketika kita mengembangkan teknologi, kita sedang meningkatkan kapasitas. Teknologi itu hanya jalannya, sebagai orang yang menggunakan teknologi kita harus memiliki budaya menggunakan teknologi. Di era digital seperti sekarang ini ada baiknya semua orang dan perusahaan memiliki budaya teknologi digital dan saya siap untuk membantu. Misi kehidupan saya adalah menjadi seorang guru. Setiap orang memiliki misi kehidupan yang terbaik dan bermanfaat untuk lingkungan supaya hidup bisa lebih bermakna.
Tentang saya
Masa kecil saya dihabiskan di Kota Yogyakarta. Hingga akhirnya saya mencari peluang untuk keluar dari kota pelajar tersebut dengan harapan mendapatkan tantangan yang baru. Salah satu cara yang terpikirkan saat itu adalah, mencari perguruan tinggi di kota lain. Saya mencari jurusan yang cukup unik, Teknik Penerbangan, yang saat itu hanya berada di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Saya bisa dibilang cukup tertarik dengan hal-hal yang sifatnya teknologi. Sewaktu SMA saya sempat menjadi ketua kelompok untuk karya ilmiah remaja. Saya juga mengikuti banyak kegiatan yang sifatnya meriset sesuatu. Hal tersebut cukup menstimulus saya untuk mencari perguruan tinggi di bidang teknologi. Lalu, kenapa Teknik Penerbangan? Sedari kecil saya senang menciptakan sesuatu seperti mainan. Menurut saya teknik penerbangan itu seperti sekolah yang mengajarkan kepada mahasiswanya untuk membuat pesawat terbang, sangat cocok untuk saya si tukang pembuat mainan ini.
Seiring berjalannya waktu saya menyadari bahwa membuat pesawat terbang itu tidak bisa sendirian. Modal dan resikonya cukup besar, sehingga saya pun mencari pengetahuan lain yang bisa mendukung hal tersebut, dengan menempuh pendidikan magister di Managemen Industri di ITB. Jika sebelumnya saya hanya fokus untuk membuat pesawat terbang, saat magister saya fokus terhadap bidang operasi penerbangan yang sifatnya lebih ke bidang manajemen dan bisnisnya.
Ada satu hal yang terpikirkan oleh saya, segala bentuk yang berhubungan dengan pembuatan produk di bidang dirgantara itu membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga saya mencari kembali bidang lain yang sekiranya memudahkan saya untuk bereksperimen. Sebuah bidang yang masih ada kaitannya dengan teknologi namun memiliki resiko yang rendah, membuat perangkat lunak.
Saya bergabung dengan Quantum Ecommerce Collage, dari grup Sony Sugema. Dari situlah saya mulai banyak berkecimpung di bidang teknologi informasi. Di sana saya fokus di bidang pelatihan untuk perusahan besar yang membutuhkan pengetahuan tambahan untuk perkembangan teknologi. Berdasarkan latar belakang pendidikan, maka materi yang saya sampaikan lebih kepada manajemen bisnis dalam dunia digital.
Banyak yang bertanya kepada saya, kenapa saya mengambil gelar doktor di bidang geologi. Saya bersama teman saya sempat membuat sebuah perangkat lunak yang diperuntukkan kepada perusahan minyak. Pengalaman tersebut mendorong saya dan beberapa rekan untuk menggagas Waviv Technologies, sebuah perusahaan yang khusus mengembangkan teknologi digital ekplorasi migas. Keberhasilan perusahaan tersebut membuat saya memiliki banyak relasi dengan orang-orang dari geofisika bahkan saya sempat mendapatkan penghargaan karya tulis terbaik dari Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI). Saat itu salah satu kolega saya memberi masukan untuk mengambil gelar doktor di bidang geologi, saya pun mengindahkan masukan tersebut dan mengambil gelar doktor di Teknik Geologi Unpad.
Saya itu punya motto belajar apa saja supaya pintar apa saja. Saya percaya bahwa ilmu itu akan memiliki manfaat, yang terkadang manfaat tersebut tidak langsung kita rasakan tapi di waktu yang tepat akan terasa manfaatnya. Belajar itu seperti berada di dalam sebuah permainan yang tidak ada ruginya dan segala sesuatunya itu menguntungkan. Sehingga saya selalu merasa bahwa proses belajar itu adalah sebuah perjalanan untuk menemukan sesuatu hal yang baru. Jika saya keliru pun saya menemukan suatu hal yang baru. Saya juga selalu memastikan ketika belajar kita harus menemukan keindahan dari ilmu yang sedang kita pelajari.
Dari pengalaman saya dan melihat perkembangan teknologi digital di dua puluh tahun ke belakang, saya memilih untuk mendalami keahlian di dalam bidang transformasi digital untuk sebuah perusahaan. Saya cukup terinspirasi oleh kata-katanya Steve Jobs, ada sebuah riset tentang makhluk yang paling efisien menggunakan energi itu adalah burung kondor. Sekali mengepakkan sayap, burung kondor bisa menempuh jarak yang maksimal. Kemampuan jalan manusia jauh di bawah burung kondor. Hingga suatu ketika manusia menemukan sepeda, manusia jauh lebih efisien daripada burung kondor.
Bagi Steve Jobs, komputer itu adalah “bicycle for mind”. Dengan adanya komputer daya kreativitas kita itu seperti sedang menciptakan sebuah sepeda, dengan kata lain lebih produktif. Teknologi itu sama seperti apa yang dikatakan oleh Steve Jobs, sepeda untuk kreativitas kita supaya bisa menciptakan solusi. Semakin hebat teknologi semakin banyak solusi untuk masalah-masalah yang rumit.
Salah satu pesan yang saya sampaikan kepada anak saya adalah, “kalau kamu bisa naik sepeda maka kamu bisa menjelajah dunia, kalau kamu naik sepeda motor penjelajahanmu akan lebih cepat lagi.” Bagi saya, ketika kita mengembangkan teknologi, kita sedang meningkatkan kapasitas. Teknologi itu hanya jalannya, sebagai orang yang menggunakan teknologi kita harus memiliki budaya menggunakan teknologi. Di era digital seperti sekarang ini ada baiknya semua orang dan perusahaan memiliki budaya teknologi digital dan saya siap untuk membantu. Misi kehidupan saya adalah menjadi seorang guru. Setiap orang memiliki misi kehidupan yang terbaik dan bermanfaat untuk lingkungan supaya hidup bisa lebih bermakna.